Berbicara mengenai kesuksesan semua orang pasti menginginkan, apalagi kesuksesan dalam bidang keuangan. Namun seperti kesuksesan dalam bidang yang lain, kesuksesan dalam keuangan pun bukan sesuatu yang dapat diperoleh tanpa berusaha atau bisa diperoleh dengan mudah. Lantas apa yang harus kita lakukan?
1. Setia Mengatur
Jangan jadikan uang menjadi tuan atas kehidupan kita (Ibr. 13:5). Pergunakan uang yang kita peroleh sesuai kebutuhan (Mat. 5:23-24). Salah satu caranya yaitu dengan mencatat kebutuhan yang pasti digunakan, misalnya untuk kebutuhan pribadi, keluarga, pekerjaan, atau beberapa kebutuhan lainnya.
2. Setia Menerima
Setiap bulan, kita pasti menerima berkat keuangan dari Tuhan melalui usaha, pekerjaan, atau pemberian orang lain (2 Tes. 3:10-12; Mat. 6:11). Dengan menerima berkat dari Tuhan, maka ada ucapan syukur yang dinyatakan melalui doa, bekerja, dan kreativitas hidup untuk lebih maju.
3. Setia Memberi
Setiap berkat yang telah kita peroleh merupakan titipan dari Tuhan sehingga ada kewajiban Anda untuk mengembalikan kepada Tuhan. Pemberian yang dapat kita lakukan dapat berupa :
a. Persembahan Persepuluhan (Mal. 3:10). Persepuluhan adalah milik Tuhan yang harus dikembalikan sebagai tanda bahwa kita memprioritaskan Dia dalam hal keuangan. Di saat kita mengembalikan persepuluhan, maka Tuhan telah berjanji untuk melipatkaligandakan harta yang Anda miliki secara berlimpah (2 Kor. 9:8). Dia juga akan menghardik belalang pelahap yang melambangkan hal-hal yang dapat menyedot keuangan kita sampai habis (Mal. 3:11).
b. Persembahan Khusus (2 Kor. 9:7) Di saat Anda memiliki janji untuk memberikan berkat di saat anda mengalami even khusus, dan janji yang Anda lakukan bukanlah merupakan suatu paksaan dari orang lain. Dan dari berkat tersebut Tuhan juga berjanji untuk melipatkaligandakan Berkat dalam keuangan Anda.
Sumber: Renungan Malam, Februari 2010
RABBONI ISA AL-MASIH TELAH MENYELAMATKAN SAYA.
Dulu nama saya Dadang Murtala, berdarah Sunda asli, lahir di Bandung tanggal 14 Januarl 1951. Saya 9 bersaudara 5
perempuan, 4 laki-laki, saya paling kecil tapi paling berandal. Dalam tahun 1970 saya ke Banten. Berguru di pesantren
untuk mendapatkan ilmu kekebalan tubuh dan menjinakkan hewan-hewan berbisa.
Pada akhir pelajaran saya diwajibkan membaca Al Qur'an dari permulaan, surat Al Fatihah, sarnpai dengan surat terakhlr, surat
An Nas, hanya dalam beberapa jam. Sesudah itu saya harus puasa tiga hari dan pada hari ketiga tidak boleh tidur sama sekali.Akhirnya saya harus mengucapkan mantra khusus sebanyak seribu kali, sesudah itu saya dinyatakan siap bertempur.
Rambut saya panjang, 110 cm, terpaksa saya biarkan memanjang, karena tidak ada gunting dan tidak ada pisau yang bisa digunakan untuk memotong rambut saya. Saya masuk dalam ruangan kaca yang sudah penuh dengan 400 ekor ular-ular berbisa, ular cobra, ular welang, ular tanah dan sebagainya, juga penuh dengan kalajengking yang besar-besar sebanyak 3000 ekor. Saya bergaul dengan hewan-hewan berbisa itu siang dan malam selama 100 hari. Sudah itu dalam aktrasi yang lain saya menyediakan jeruji sebanyak 100 buah.
Saya tusukan ke leher saya dari kanan tembus ke kiri. Penonton saya persilahkan menusukkan jeruji sepeda yang lain ke tubuh saya atau ke leher saya, boleh pilih sendiri. Sampai banyak jeruji menghiasi tubuh dan leher dan mulut saya. Setelah beberapa lama berlangsung atraksi ini, jari-jari sepeda saya cabut satu per satu, bekas-bekasnya saya sapu dengan tangan saya sambil mengucapkan mantra., dan tidak ada bekas, tidak ada darah menetes.
Pada tanggai 4 Agustus 1992 terjadilah peristiwa yang tidak saya sangka-sangka. Ular cobra kesayangan saya, yang pada setiap pertunjukan selalu melilit di leher saya dengan ekornya dan menari-nari dengan batang leher dan kepalanya dengan sangat lucu mengikuti irama musik, entah kena apa mendadak sontak memagut tangan kanan saya. dan seketika itu tangan saya membengkak dan saya jatuh pingsan.
Ketika saya siuman kembali, ternyata saya telah terbaring di ruang gawat darurat di rumah sakit Ranca Badak dengan infus di tangan kiri saya. Kata dokter saya kena nerotoksin. Selama 29 hari saya terbaring di ruang gawat darurat menghabiskan 47 labu cairan dan 13 labu darah. Kondisi badan saya sangat menurun, tinggal kulit yang melekat di tulang dan rambut
saya yang panjang di bawah pinggul saya. Berat badan saya menurun dari 59 kg menjadi 37 Kg. Keluarga saya kehabisan biaya, sedang kondisi saya terus menurun tidak ada harapan lagi, saya dimintakan untuk pulang saja oleh keluarga saya.
Setelah empat hari di rumah saya tidak sadarkan dirl. Saya dilarikan lagi ke rumah sakit. Saya mendengar percakapan orang
disekitar saya.Empat orang dokter sempat melihat tubuh saya. Semuanya mengatakan saya sudah tiada lagi. Visum kematian
sudah dibuat untuk penguburan saya. Keluarga saya sudah miengucapkan doa-doa orang mati di bawah ranjang saya. Tapi
seorang dokter di antara ke empat dokter yang tidak bersedia saya sebutkan namanya, melarang tubuh saya cepat-cepat di kubur, karena dia ingat percakapan saya dengan dia waktu saya dirawat di ruang gawat darurat, kalau saya mati jangan cepat-cepat dikubur. Dia berdoa dan tumpang tangan di atas kepala saya. Setelah saya mengalami tidak sadarkan diri selama dua hari satu malam itu, ada gerakan lagi pada jari-jari saya. ada pernafasan lagi. Dokter tersebut mengambil segelas plastik aqua dan di tetes-teteskan kedalam mulut saya. Saya dapat membuka mata dan telah sadar kembali. Tiga orang dokter lain ikut mendatangi saya dan mereka berempat berdoa dan tumpang tangan buat saya. Setelah tiga hari di rumah sakit saya dibawa pulang lagi oleh keluarga saya.
Selama di rumah saya merenungi hidup saya dan ingat pula atas pelayanan para dokter dan para juru rawat di rumah sakit serta ingat pula atas doa dokter tersebut. Setelah beberapa bulan di rumah, saya ingat pelajaran saya waktu belajar ilmu hitam, ilmu mantra dan ilmu tenung bahwa orang Kristen itu tidak mempan mantra dan tenung. Hati saya mendadak tergerak untuk bertemu dengan Pendeta. Dengan kondisi badan yang belum pulih, saya pergi ke Bandung langsung ke suatu Gereja yang besar di tepi jalan besar. Tetapi alangkah kecewa hati saya mereka yang ada di gereja itu tidak ada yang mau menerima kedatangan saya. Mungkin mereka menganggap saya ini kurang waras, tubuh saya kurus kering, rambut saya panjang seperti ekor kalajengking. Saya pulang ke rumah dengan rasa murung.
Beberapa hari kemudian saya pergi ke rumah salah seorang yang beragama Kristen. Saya ceritakan kekecewaan saya itu, dia
tanggap dan saya diajak ke Bandung, ke Gereja yang lain. Di sini saya dilayani. Saya mengikuti kebaktian tiap hari Minggu dan setelah tiga bulan saya dibaptis, yaitu pada tanggal 20 Juni 1993.
Sejak saya masuk gereja tidak ada lagi dalam pikiran saya untuk tampil dalam pertunjukan lagi seperti yang sudah-sudah. Bukan karena takut mati dipagut ular tapi takut akan Rabboni 'Isa. Dulu saya sahabat ular sekarang saya menjadi seteru ular dan berperang melawan ular.Dulu, ular sahabatku, sekarang Rabbi Isa Almasih Juruselamatku. Dulu, saya membenci orang Kristen tetapi orang Kristen tidak membenci saya. Dulu saya pernah membenci Yesus Kristus tetapi Yesus yaitu 'Isa tidak pernah membenci saya, bahkan hari ini Yesus telah melepaskan saya dari kuasa gelap, menyelamatkan saya dari kebinasaan.
Tetapi setan memang tidak pemah berhenti menggoda manusia.Pada suatu hari saya ditawari uang Rp 12.000.000,- untuk
pertunjukan selama satu bulan, dengan pertunjukan lima jam sehari. Nama dan gambar saya dimuat di surat kabar. Tetapi sekalipun keluarga saya hidup pas-pasan, saya tidak terpikat lagi atas tawaran Iblis tersebut.
Pada suatu hari Pendeta mengirim saya ke Jakarta untuk belajar dan berlatih di sekolah Al-Kitab. Senin sampai Jumat belajar di Jakarta, Sabtu dan Minggu di Bandung dan bertemu dengan keluarga dan handai tolan. Saya berbicara tentang keselamatan yang diajarkan oleh Sang Juruslamat sendiri yaitu AlMasih 'Isa.
Eh, banyak dari mereka yang tertarik, dan mereka minta dibaptis. Akhirnya istri saya, anak-anak saya, adik-adik ipar saya, mertua saya, teman-teman saya juga mereka yang tempat tinggalnya jauh dari rumah saya sampai 40 km dari rumah saya menerima baptisan kudus sebagal tanda pertobatan mereka, sebagai meterai mereka menjadi milik Sang Juruslamat Al-Masih 'Isa. Sampai kesaksian saya ini saya tulis, jumlah mereka itu semua sudah mencapai 87 orang. Puji Tuhan. Dan saat itu nama
saya yang mula-mula Dadang Murtala berubah menjadi Dadang Mathius.
Demikianiah kesaksian saya, saya tuliskan dengan harapan saya agar ikut menjadi penggerak dan penggairah hati anak-anak Tuhan untuk mau ikut melayani Dia. Bersaksi tentang Dia dan memberitakan kasihNya, penyelamatan orang berdosa seperti saya dulu yang pernah dikuasai setan, yang bakal binasa telah diselamatkan oleh Dia.
Puj'i Tuhan.
Tuhan memberkati kita semua
Dadang Mathius
Ayub 1:
6 Pada suatu hari datanglah anak-anak Allah menghadap TUHAN dan di antara mereka datanglah juga Iblis.
7 Maka bertanyalah TUHAN kepada Iblis: "Dari mana engkau?" Lalu jawab Iblis kepada TUHAN: "Dari perjalanan mengelilingi dan menjelajah bumi."
Kejadia 6:
2 maka anak-anak Allah melihat, bahwa anak-anak perempuan manusia itu cantik-cantik, lalu mereka mengambil isteri dari antara perempuan-perempuan itu, siapa saja yang disukai mereka.
3 Berfirmanlah TUHAN: "Roh-Ku tidak akan selama-lamanya tinggal di dalam manusia, karena manusia itu adalah daging, tetapi umurnya akan seratus dua puluh tahun saja."
4 Pada waktu itu orang-orang raksasa ada di bumi, dan juga pada waktu sesudahnya, ketika anak-anak Allah menghampiri anak-anak perempuan manusia, dan perempuan-perempuan itu melahirkan anak bagi mereka; inilah orang-orang yang gagah perkasa di zaman purbakala, orang-orang yang kenamaan.
22 Berfirmanlah TUHAN Allah: "Sesungguhnya manusia itu telah menjadi seperti salah satu dari Kita, tahu tentang yang baik dan yang jahat; maka sekarang jangan sampai ia mengulurkan tangannya dan mengambil pula dari buah pohon kehidupan itu dan memakannya, sehingga ia hidup untuk selama-lamanya."
Pergaulan Bebas Karena Impoten
Alex meniduri begitu banyak wanita hanya untuk satu tujuan, yaitu membuktikan keperkasaannya sebagai seorang pria.
“Pertama kali saya berhubungan dengan wanita, saya sudah mulai merasa mengapa kok gagal. Kedua, tidak bisa. Ketiga lalu keempat… Makin hari melakukan saya semakin merasa ketakutan. Semakin bertanya-tanya apa yang terjadi di dalam kelemahan saya. Saya tidak bisa melakukan hubungan seksual membuat saya begitu terikat, begitu ketakutan, begitu membuat saya kecewa dengan diri saya sendiri. Sampai saya merasa hidup ini sudah tidak ada arti. Saya tidak bisa sekali-kali menikmati hubungan seksual dengan benar. Tidak bisa mencapai yang namanya klimaks,” Alex mengungkapkan rasa frustrasinya ketika menyadari bahwa kepriaannya sulit untuk berfungsi.
Tak banyak yang tahu bahwa sejak kecil, Alex sudah mulai terikat dengan kebiasaan buruk yang pada akhirnya mendarah-daging dalam dirinya. Yaitu menonton film porno.
Dampak dari kebiasaan buruk tersebut, Alex berkisah, “Ketika kita melihat wanita yang cantik sedikit saja, kita ingin melakukan sesuatu. Dan kita melakukannya dengan onani. Dan kadang sehari bisa beberapa kali.”
Seiring pertumbuhannya ketidakharmonisan di antara kedua orang-tuanya menambah runyam dalam kehidupan Alex. Ia tidak betah di rumah dan ia lebih senang untuk menghabiskan waktunya dengan teman-teman di luar. “Benar-benar saya tidak betah di rumah.”
Untuk melampiaskan kekecewaannya, Alex terjun pada kehidupan yang begitu liar. Dunia malam, ekstasi, mabuk, dan seks senantiasa menghiasi hari-harinya. “Saya ingin membuktikan diri saja bahwa saya bisa melakukan hubungan seksual,” kisah Alex mengenai alasannya mengapa ia melakukan pergaulan bebas.
Tidak dapat menerima kenyataan yang sesungguhnya, Alex bahkan mengkonsumsi obat-obatan. “Akhirnya saya memakai obat kuat. Ketika saya minum, tidak ada sesuatu yang hebat terjadi pun tidak ada. Malahan, muka saya jadi merah, jadi panas, telinga rasanya terbakar. Detak jantung menjadi kencang. Tidak ada kepuasan yang saya temukan,” ungkap Alex.
Hidup Alex sudah begitu hambar, ia bahkan melakukan pernikahan tanpa tujuan yang berarti. “Buat saya pernikahan itu tidak ada di dalam pikiran saya, yang ada ya punya anak saja. Saya menikah itu ya sudah tanpa cinta, jadi, saya malas untuk menatap mata istri saya. Timbul rasa kebencian dalam diri saya terhadapnya, tak tahu mengapa. Dengar suaranya saja saya benci,” ujar Alex mengenai rasa sebal dalam dirinya yang sebenarnya dikarenakan ketidaksanggupan dirinya membahagiakan istrinya.
Bahkan malam pertamanya saja yang seharusnya menjadi malam yang begitu indah, justru menjadi malam yang begitu dingin dan hambar. Hari demi hari, kehidupan rumah tangga mereka pun diwarnai kehidupan seks yang semakin dingin.
“Sampai-sampai saya lebih senang untuk bermain keluar. Karena jika dengan wanita lain saya yang dipuaskan, sedangkan bersama istri saya harus memuaskan dia. Dan saya tidak sanggup,” ungkap Alex.
Kemelut rumah tangga mereka pun semakin rumit. Demi menutupi kelemahannya, Alex justru semakin menyudutkan istrinya. Bagi Alex, kepuasan hanya mengenai fisik semata. Jiwanya pun kering, tak ada lagi kehangatan yang tersisa.
“Bicara cinta, saya pikir, saya sudah tidak ada lagi rasa cinta. Ketika saya masuk ke dunia hiburan malam, yang namanya cinta itu saya lupa. Saya kehilangan apa yang namanya cinta, yang ada hanyalah nafsu,” kisah Alex.
Liskania, istri Alex, juga berkisah, “Ada masalah sedikit saja, itu bisa membuat kami tidak saling berbicara sehari dua hari. Apalagi jika masuk kamar, bisa diam-diaman saja. Masing-masing balik badan sendiri-sendiri. Setelah menikah, ya berbeda, kadang kita berbicara itu tidak dihiraukan olehnya.”
Petualangan seksnya di luar rumah pun semakin liar dan menjadi-jadi. Dalam pikirannya yang ada hanya seks. Ia melakukannya pun tanpa pelindung. Ia berpikir mau mati karena penyakit ya, silahkan saja, yang penting ia bisa melakukannya.
Petualangan seksualnya demi mencapai kepuasan fisik hampir menyita seluruh fokus hidupnya. Bahkan bisnis yang selama ini ia jalani, ikut terenggut seperti kepriaannya.
“Bisnis gagal, hubungan seksual gagal, semua gagal. Itulah momen yang paling hancur, itulah titik yang paling parah yang tidak ada obatnya. Tak ada satu manusia pun yang bisa menolong saya. Disitulah titik yang paling frustrasi,” kisah Alex mengenai semua kegagalan yang ia alami.
Alex pun sudah merasakan titik terendah dalam hidupnya dimana ia merasa ia tidak bisa bangkit lagi.
Dan pada titik terendah dalam hidupnya tersebut, melalui ajakan seorang teman, Alex duduk dalam sebuah pertemuan yang menjadi penentu bagaimana ia menjalani akan masa depannya. Pada saat itulah, Alex dikejutkan dalam sebuah pengalaman spiritual yang membuatnya begitu terheran-heran.
“Daripada saya bengong, saya tundukkan kepala berdoa Doa Bapa Kami. Tiba-tiba bayangan hitam berdiri besar di samping saya. Bahunya terangkat, kelihatan sangat sedih. Saya melihat dan bertanya-tanya. Ketika bayangan hitam itu datang dan mendekat, disitu saya baru disadarkan bahwa saya berdosa. Saya selama ini berpikir bahwa saya benar, ternyata saya baru disadarkan bahwa saya salah. Disitu saya bisa menangis sejadi-jadinya, saya tidak tahu bahwa air mata saya bisa ditahan,” ungkap Alex.
Penyesalan demi penyesalan menyelimuti Alex, linangan air mata pun menjadi saksinya. “Bayangan hitam itu memeluk saya menunjukkan kasihnya. Saya merasakan bahwa saya sudah hancur, tidak berdaya, tak ada artinya… Tetapi Tuhan menerima saya. Benar-benar saya datang dalam kondisi yang parah, yang secara manusia sudah tidak ada harapan, sudah tidak bisa bangkit lagi. Dan Tuhan pulihkan…,” kisah Alex bagaimana Tuhan menunjukkan kasih-Nya bagi Alex.
Saat ini Alex telah lepas dari krisis keperkasaannya sebagai seorang pria yang telah lama membelenggunya. Kehidupan seks Alex dan istrinya kini telah dipulihkan. Rumah tangganya pun menjadi harmonis.
“Jika dulu melakukan seks itu seperti menonton video porno yang saya tonton. Tetapi sekarang saya melihat bahwa itu adalah hubungan intim suami-istri adalah kemuliaan bagi Tuhan. Itu adalah sesuatu yang sangat indah yang hanya bisa dinikmati yang melakukannya bukan dengan dasar nafsu. Tetapi ketika kita memulainya dengan ucapan syukur untuk kemuliaan Tuhan, kita menikmati itu sangat luar biasa,” ungkap Alex mengenai bagaimana Tuhan memperbaharui kehidupan rumah tangganya.
Hanya demi mendapatkan kesenangan dan pengakuan dari teman-temannya, Nono Tjokro merusak hidupnya dengan minuman keras. Ketika masih duduk di Sekolah Menengah Pertama (SMP), Nono berkenalan dengan minuman keras yang kemudian membawanya kepada narkoba, perkelahian dan juga seks bebas.
“Siapa sih laki-laki yang ngga bangga kalau kita punya nama? Kita dikenal…?” demikian ujar Nono mengungkapkan alasannya menjalani semua kebejatan itu.
Berkelahi adalah salah satu cara untuk menunjukkan kejantanannya sehingga bisa mendapatkan penghormatan baik oleh kawan maupun lawan.
“Waktu itu saya sekolah di SMA 2. Ada seorang teman yang menelpon saya.”
“Eh..ada anak baru nih..”
“Emang kenapa?” Tanya Nono.
“Ngga..sombong aja..”
Hanya dengan alasan seperti itu, Nono tega menghajar orang lain yang tidak dikenalnya.
“Karenanya mereka tahu kalau saya suka berkelahi..”
Mabuk-mabukan dan berkelahi sudah menjadi hal biasa bagi Nono. Bahkan ketika ia bekerja di luar daerah kelakuannya pun semakin menjadi-jadi.
“Waktu saya mau ke kantor, saya harus konsumsi ganja dulu.. supaya saya merasa fit. Narkoba sudah menjadi seperti suplemen buat saya. Ketika saya sampai dikantor, saya duduk dan meminta rekan saya memutar lagu. Lalu saya denger lagu, sambil saya ngelinting di depan mereka!! Saya sudah tidak peduli dengan pendapat orang. Saya bertumbuh menjadi orang yang berpikir ‘Udah deh, kalau saya mau mati, mati aja..’ Yang saya tahu, saya cuma mau senang. Jadi kalau saya bisa konsumsi ganja, atau saya bisa konsumsi jenis narkoba yang lain itu berarti saya ngga bakalan sedih. Saya pasti senang dan saya harus senang.”
Kesenangan demi kesenangan terus dicari Nono, sampai akhirnya ia terjerumus dalam dunia malam.
“Saya mulai masuk di diskotik. Saya merasa ini tempat yang sangat mengasikkan banget. Sepertinya ini bisa lebih menyenangkan hati saya lagi. Waktu on dengan teman-teman, kami dugem sama-sama, saya sudah seperti penggembira. Saya bisa naik ke atas-atas speaker, saya bisa goyang di atas mejanya orang. Sudah seperti kita yang punya dunia. Disitulah awal-awal saya berkenalan dengan perempuan. Kalau orang bicara narkoba tanpa perempuan tanpa seks, itu omong kosong. Saya karaoke, saya berkenalan dengan perempuan, ditemani perempuan, begitu pulang pasti buntut-buntutnya seks. Dua hal yang sangat menyenangkan buat saya, adalah narkoba dan perempuan. Jadi sampai tahun 2001, bayangkan, hampir setiap hari kehidupan saya hanya seputar itu. Mabuk-mabukan, narkoba, perempuan, itu seperti sesuatu hal yang sudah mendarah daging dalam hidup saya.”
Tiada hari yang dilaluinya tanpa mabuk-mabukan dan narkoba. Demi kesenangan yang ia cari, Nono pun terus berpetualang dalam kehidupan liarnya. Hingga suatu hari, sesuatu terjadi dan meluluh-lantahkan semua harapannya.
“Sampai 2001 malam natal, akhirnya saya ditangkap. Hari itu adik-adik sedang bakar petasan di depan, lalu perintis masuk. Kebetulan saya lagi minum di belakang dan ada ganja di tangan saya. Saya pingin ke depan, karena saya liat rame di depan. Jadi saya sembunyikan bungkusan rokok itu di pinggir jalan, saya ngga sadar intel polisinya masuk. Empat orang polisi sudah langsung pegang saya,”demikian Nono bercerita tentang penangkapannya.
“Selamat malam pak, ini punya bapak?” Seorang polisi menunjukkan sebungkus rokok pada Nono.
“Ya.. benar. Itu punya saya.”
“Tangkap..”
Akhirnya Nono di gelandang ke Poltabes. Detik itu, ketakutan mulai menyusup di benak Nono.
“Waktu saya di borgol, waktu dalam perjalanan ke Poltabes, mulai ada ketakutan yang timbul dalam hati saya. Pada hal saya dulu orang yang tidak kenal rasa takut.”
Bagai jatuh tertimpa tangga, ketika Nono mendengar kabar yang membuatnya merasa seluruh masa depannya hancur.
“Satu kali, sewaktu saya masih di penjara, teman-teman dari kantor datang. Saya pikir ada apa? Ternyata mereka datang untuk mengantarkan surat pemecatan saya. Pemecatan saya, jujur sangat membuat saya kecewa. Saya ngga nyangka SK pemecatan saya itu datang di akhir-akhir masa hukuman saya. Saya hanya tahu pekerjaan ini adalah satu-satunya harapan buat saya. Jadi waktu saya tidak lagi memiliki pekerjaan ini, dan SK pemecatannya keluar, saya seperti kehilangan hal yang besar. Seperti saya kehilangan sesuatu yang benar-benar penting dalam hidup saya. Saya berpikir, kenapa di saat-saat seperti ini, tinggal tiga bulan lagi masa hukuman saya selesai, tetapi kok bukan hal yang baik yang datang, bukan hal yang menggembirakan, tetapi kok hal yang menyedihkan!”
Tidak bisa menerima kenyataan, Nono pun semakin larut dalam keputusasaannya. Perbuatan nekad pun akan dia lakukan.
“Saat itu saya sedang di kamar mandi, di sel, saya seperti antara ingin memotong urat nadi saya, tetapi seperti ada banyak suara yang berbicara dalam hati saya. Saya ngga tahu mau dengar suara yang mana. Tapi yang saya tahu, saya sudah ngga punya pengharapan. Pada waktu tangan saya yang memegang silet sudah di urat nadi, ada suara yang lain yang ngomong dalam hati saya. Suara itu kecil banget tetapi tegas. Suara itu hanya berkata ‘Bangun, jalan!’ Sewaktu saya dengar suara itu, saya hanya bisa nangis. Tetapi tangisan saya, seperti tangisan yang lain. Saya ngga tahu mengartikannya sebagai apa, tapi bagi saya seperti tangisan sukacita. Saya ngga bisa jelaskan kenapa saya batalkan untuk bunuh diri.”
Seakan mendapatkan kekuatan baru, Nono pun mengurungkan niatnya untuk bunuh diri. Sampai hari pembebasannya tiba, Nono memutuskan untuk kembali ke Ambon dan mengikuti suatu ibadah.
“Saya duduk dalam ibadah itu, setengah jam sampai 45 menit saya menikmatinya. Tetapi ada satu statement yang pendeta ini kemukakan yang sangat menarik di hati saya. Yang sangat menarik di pikiran saya. Statemennya seperti ini, ‘Bahwa yang paling payah dari mati konyol adalah orang yang hidupnya konyol.’ Waktu saya dengar kata-kata itu, sepertinya Tuhan sedang berkata kepada saya, ‘Kamu orang konyol.’ Kenapa saya berkata kalau Tuhan seperti bicara pada saya kalau saya orang konyol? Karena semua kehidupan yang pernah saya habiskan, semuanya konyol. Entah itu mabuk-mabukan, entah itu saya berkelahi dengan anaknya orang, entah itu saya menyakiti hati orang, entah itu saya merokok, entah itu narkoba, entah itu saya free seks dengan banyak perempuan, saya mulai mengerti semua itu konyol. Saya minta ampun pada Tuhan, saya ngomong dalam hati ‘Tuhan ampuni saya.’ Saya tahu persis ini saya. Dan saya tahu Tuhan tidak tinggalkan saya. Saya seperti merasakan Yesus sedang bersama-sama dengan saya. Yesus sedang memeluk saya, Yesus bilang, ‘Kamu ngga sendiri, kamu ngga dikucilkan, kamu ngga dibuang. Kalau kamu merasa kehilangan pengharapan, Saya punya pengharapan. Saya janjikan pengharapan itu buat kamu. Saya yang punya pengharapan.’ Waktu saya ada di posisi ini, saya merasa sangat nyaman. Saya hanya bisa menangis dan menangis dan menangis. Saya menikmati benar, bahwa Tuhan Yesus ada bersama-sama dengan saya. Saat itu saya tahu kalau Tuhan Yesus memberi saya kekuatan. Saya tahu kalau Tuhan Yesus sudah menyelamatkan hidup saya. Saya tahu kalau Tuhan Yesus akan memberikan masa depan yang luar biasa.”
Melalui satu pribadi, Nono kembali menemukan pengharapan baru. Ia pun merasakan kebahagiaan sejati yang selama ini ia cari.
“Jadi semua yang dulu saya pikir adalah hal-hal yang bagus, hal-hal yang prioritas kini ngga berarti buat saya. Waktu saya di titik orang ngga indahkan saya, dimana dunia buang saya, dimana manusia kucilkan saya, dimana saya ngga berarti buat orang, tapi saya tahu kalau Tuhan Yesus sangat mengasihi saya. Kenapa saya katakan begini? Karena ada sesuatu yang membuat saya bahagia. Kenapanya, saya ngga bisa jelasin. Tapi sekalipun saya kurang, sekalipun saya ngga punya apa-apa, tapi saya bisa bahagia. Kasih Yesus itu sangat memberikan suatu damai sejahtera yang luar biasa. Cuma Yesus yang bisa memulihkan separah apapun kehidupan kita dan yang memberikan jaminan masa depan yang cerah,” ucap Nono menutup kesaksiannya. (Kisah ini sudah ditayangkan pada 11 November 2009 dalam acara Solusi Life di O’Chanel).
Diculik Dan Dibunuh, Namun Hidup Kembali
“Sebelum kejadian itu saya alami, saya bermimpi diculik oleh dua orang ke hutan. Tapi saya tidak tahu di hutan mana. Di situ saya dipukuli dan dibunuh. Saya sempat menceritakan mimpi saya itu ke seorang teman, tapi teman saya berkata bahwa hal itu hanyalah mimpi, tidak mungkin jadi kenyataan,” demikian Janni memulai kesaksiannya.
Justru sekitar satu bulan kemudian, mimpi Janni menjadi kenyataan. Hari itu Janni sedang berjalan-jalan di daerah Kota ketika tiba-tiba ada seseorang menepuk pundaknya. Ada enam orang pelaku yang membawanya masuk ke dalam taksi dan membawanya ke sebuah hutan. Di hutan tersebut, Janni diperlakukan secara tidak manusiawi.
“Saya dipukul, ditendang dan diancam. Mereka berkata, kamu harus temukan cara untuk bisa menebus nyawa kamu, supaya kamu bisa pulang dengan selamat. Maka saya menelepon abang saya. Saya bilang, ‘Bang saya diculik. Saya posisinya di hutan, saya tidak tahu hutan mana, saya diculik’.”
Hari itu kakak Janni sedang dalam perjalanan menggunakan sepeda motor. Selain mendapat telepon dari Janni, si penculik juga menghubunginya serta meminta uang tebusan sebesar 20 juta. Setiap setengah jam si penculik menghubungi kakak Janni dan terus menyampaikan ancaman akan membunuh Janni jika uang yang diminta tidak segera ditransfer. Pada hari itu juga kakak Janni langsung melaporkan kejadian tersebut ke polisi. Dan sewaktu masih di kantor Polisi, penculik itu kembali menelepon.
“Sebelum jam sembilan uang itu harus sudah ditransfer, kalau tidak adik kamu saya habisi,” demikian kakak Janni bercerita. “Saya sudah transfer sebagian, tapi saya harus mencari pinjaman dulu kepada teman-teman dan kerabat supaya bisa cukup.”
Namun pada akhirnya negosiasi dengan para penculik itu menghadapi jalan buntu karena para penculik itu mengetahui bahwa kakak Janni telah melapor ke Polisi..
“Pada saat itu saya tambah merasa tertekan, ketakutan saya lebih tinggi lagi. Mereka bilang, ‘Adik kamu sekarang saya bunuh’. Saya bilang, ‘Kenapa adik saya harus dibunuh? Saya sudah transfer uang yang diminta’. Mereka menjawab karena saya lapor polisi.”
Akibat negosiasi yang gagal, maka saat itupun Janni dipersiapkan untuk dibunuh.
“Ini makanan terarkhir kamu, makan! Lihat matahari, ini terakhir kali kamu lihat matahari dan makan. Hari ini kamu mati.”
Mereka menyeret Janni dan memukulinya sampai ia sekarat. Dan akhirnya, salah satu dari penculik itu menjerat lehernya untuk menghabisi nyawanya. Setelah dibunuh, tubuh Janni dibuang ke semak-semak.
“Hampir jam sebelas, si penculik menelepon, ‘Adik kamu sudah saya bunuh’. Saya tidak bisa apa-apa, hanya diam. Saat itu saya pasrah. Sambil air mata saya mengalir, saya berdoa, Tuhan saya berserah penuh pada-Mu. Jika adik saya masih hidup, kembalikan utuh dari kepala sampai ujung kaki”
Namun sebuah peristiwa spiritual dialami oleh Janni.
“Saat itu saya merasakan sudah mati. Bahkan roh saya melihat sendiri jenasah saya diseret ke semak-semak. Tapi pada saat itu saya melihat sebuah cahaya yang terang sekali. Yesus menampakkan diri dengan cahaya yang terangnya luar biasa. Tiba-tiba ada angin yang begitu kencang dan roh saya kembali ke tubuh saya.” Setelah sadar, Janni pun berlari keluar hutan untuk mencari pertolongan.
Sekitar jam 1 siang, kakak Janni pamit pulang dari kantor polisi. Namun seorang polisi menahannya, “Jangan! Jangan pulang dulu.” Dan sekitar lima belas menit kemudian, seorang polisi memberitahukan bahwa adiknya sudah ditemukan dan sekarang berada di rumah sakit.
“Pada saat itu, saya langsung mengucap syukur kepada Tuhan. Tuhan terima kasih, Tuhan Yesus saya sangat berterima kasih. Pada saat bertemu dengan Janni, saya langsung memeluknya dan terus mengucap syukur kepada Tuhan.” Demikian ungkap kakak Janni.
Janni pun tak putus-putusnya mengucap syukur buat kebaikan Tuhan, “Kebaikan Tuhan yang saya alami tidak pernah saya bayangkan, saya bisa selamat dari maut. Saya bisa bertemu dengan abang saya, juga bisa bertemu dengan keluarga. Saya rasanya bangga bisa hidup kembali. Saya senantiasa mengucap syukur atas kebaikan Tuhan. Bahkan saya mengucap syukur atas segala hal yang Tuhan kerjakan. Tuhan itu luar biasa.” (Kisah ini sudah ditayangkan 09 November 2009 dalam acara Solusi Life di O’Channel).
Istri Kejam yang Menyiksa Buah Hatinya Sendiri
Kebahagiaan Mui Ha hanya seumur jagung. Setelah anak pertamanya lahir, Mui ha berubah menjadi sosok wanita yang keras. Anaknya pun sering menjadi korban kemarahannya.
“trus anak 9 bulan aja kalo nangis saja saya pukul. Saya cubit. Dasar anak gak berguna, kalo tahu mah gw matiin saya bilang gitu. Udah saya marah-marah, saya lempar anaknya ke kasur,” ujar Mui Ha mengawali kesaksiannya.
Namun, keberingasan Mui Ha tidak cukup sampai disitu. Saat anaknya pertama semakin besar, sedikit kesalahan yang dibuatnya akan berakibat fatal.
“Saya tanya kenapa lis, bisa tumpah. Dia jawab gak tahu, tahu. Tanyain gak tahu, spontan saya angkat kemoceng, saya pukul dia. Saya bilang dasar anak gak berguna. Semua perkataan gak bener, saya ucapkan ke dia,”
Saat anaknya tidak mau mengaku, Mui Ha semakin ganas menyiksanya.
“Pertama, saya gigit kupingnya sampai berdarah. Walaupun dia sudah minta ampun, tetap aja dia saya pukul. Sambil pukul, sambil membayangi muka wajah mama saya”.
Sejak lahir, Mui ha tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu. Kehadirannya selalu ditolak oleh ibu kandungnya.
“Kalau saya panggil dia mama, dia tidak pernah nyahutin. Kalau saya dekatin, dia selalu dorong. Saya gak pernah diberi kesempatan dekatin dia, apalagi kalau saya sakit panas atau apa, mama selalu bilang begini, “kamu sakit itu kamu sendiri yang mau. Mati aja, ga pa pa. Lo anak yang lebih. Kalau gw ga ngelahirin lo, ga suka begini,” Pas lahirin saya, mama terus sering sakit, kena musibah” kata Mui Ha sambil menahan tangis.
Beranjak remaja, hidup Mui Ha sedikit pun berubah. Seringkali dia dipersalahkan untuk hal yang tidak ia lakukan.
Suatu waktu, adik Mui Ha menangis karena menginginkan kue. Mendengar tangisan, kakak Mui Ha langsung mendatanginya dan menampar hingga pipinya berdarah. Tanpa terlihat iba, kakak Mui Ha menyuruh dirinya untuk mengkumur-kumur bibirnya yang berdarah dengan air garam agar darahnya berhenti. Ia pun menuruti perintah tersebut.
Penderitaan Mui belumlah selesai. Ketika ia membantu adiknya yang sedang terjerumus ke sungai, Mui Ha malah dimarahi oleh kakaknya sendiri yang tidak jauh dari situ. Bahkan saat mamanya sampai di tempat dimana dia dan saudarinya sedang bermain, ibu Mui Ha langsung marah-marah melihat kondisi adik Mui Ha yang penuh lumpur.
Tanpa basa-basi, sang ibu pun langsung menghajar dirinya. Tangisan dirinya, tidak membuat mamanya diam atau mengurangi pukulannya. Malah, saat dirinya minta ampun, malah kata-kata yang kurang pantas keluar dari mamanya sambil terus memukul dirinya yang sudah menderita.
Namun, siksaan yang diterima Mui Ha dari ibunya semakin hari semakin parah dan merajalela. Bahkan, di depan mata ayahnya, sang ibu tega memukul dirinya tanpa alasan.
“Memang saya mandi di sungai agak lamaan karena saya mencari ikan untuk lauk buat makan. Jadi mungkin karena kelamaan atau apa, saya juga tidak tahu. Saya udah naik dari sungai, saya masuk ke dapur tahu-tahu dari belakang mama tarik rambut saya, dijenggut langsung dipukul, dihajar dengan kayu sebesar batang senter sampai diri saya terkencing-kencing disitu. Papa yang melihat hal itu, hanya merangkul saya,” ujarnya. “Melihat diri saya dirangkul papa, mama malah bertambah kasar. Papa pun segera keluar dari situ dan tidak berapa lama kemudian datang membawa golok. Bukannya takut, malah perkataan mama semakin menyakitkan dan berkata kepada papa agar membawa saya pergi dari rumah mereka,” lanjut Mui Ha.
Kebencian Mui Ha terhadap ibunya sudah memuncak, sebuah tindakan gila menantang sang ibu siap ia lakukan.
“Saya bilang, “awas lho ma. Kalau saya sudah jadi orang kuat, saya akan bunuh mama di depan papa. Dan kalau mama mati, saya tidak akan tangisin mama.”
Mui Ha tidak pernah membayangkan bahwa hidupnya akan hancur di tangan ibunya sendiri. Hatinya tidak kuat menahan rasa sedih di dalam batinnya. Rasa sesal hadir di dunia ini pun menyelimuti dirinya. Tanpa sadar, masa lalunya itu pun terus mengikat dirinya sampai ia menikah dan mempunyai anak.
Perlakuan kasar Mui Ha terhadap salah seorang putrinya merupakan hasil masa lalu yang terus ia ingat. Elis, putri dari Mui Ha yang sering kali mendapat perlakuan kasar mengaku sedih atas tindakan masa lalu mamanya kepadanya ketika itu.
“Kok mama bisa begini? Kenapa Elis gak lahir di keluarga yang beda, jangan di keluarga yang seperti ini,” ungkap Elis sambil menahan tangis.
Dendam telah membuat Mui Ha menjadi sosok yang kejam sama seperti ibunya, namun hati kecilnya menjerit, ia tidak pernah mau hidup seperti ibunya.
“Saya gak bisa lepas kekerasan saya walaupun sebenarnya saya menyesal dengan apa saya lakukan. Selalu saya tonjok dada saya sendiri dan kepala saya, saya jedotin ke tembok. Gak bisa hilangin emosi, tetapi gak bisa. Saya merasa tidak menemukan jalan keluar untuk masalah saya ini,” kisah Mui Ha.
Tak ada yang mampu mengubah sifat keras Mui Ha, sampai suatu hari ia bertemu dengan seorang teman. Kepada wanita tersebut, Mui Ha menceritakan rahasia hidupnya. Dalam pembicaraan tersebut, temannya memberikan saran kepadanya agar dia bisa mengubah perilaku terhadap putrinya. Namun, itu tidaklah belum bisa mengubah sifatnya yang keras.
Dua hari kemudian, Mui Ha dibawa ke dalam sebuah pertemuan yang nantinya akan menjungkir balikkan hidupnya.
“Dari situ, saya dengar setiap khotbah yang disampaikan oleh hamba Tuhan yang berdiri di depan mimbar. Sampai ada satu ayat yang begitu me-rhema di hati saya yakni di Yohanes 3:16, “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” Tetapi, ayat itu seperti bertolak belakang dengan kenyataanya saat ini. Di mata orang tua saya, saya bukanlah orang berharga; di mata suami, saya tidak berharga karena saya orang gila.”
Saat itu juga, Mui Ha ditantang untuk mengampuni ibunya. Bayang-bayang kekejaman sang ibu sangat melekat di ingatannya. Masih segar di ingatan Mui Ha, saat terakhir ibu menangis di sisinya. Tidak ada rasa iba yang ditunjukkannya kepada sang ibu ketika itu bahkan harapan akan kematian cepat dari ibunya itulah yang diinginkannya.
Kuasa Tuhan dalam pertemuan itu begitu kuat. Walaupun begitu, perjuangan Mui Ha melepaskan pengampuan kepada orang-orang terdekatnya tidaklah mudah.
“Pembimbing saya bilang, kamu bisa, kamu pasti bisa katanya. Kamu panggil Tuhan Yesus. Ya sudah saya panggil, Tuhan Yesus bantu saya Tuhan, sanggupkan saya untuk bisa mengampuni mama saya. Ketika saya berteriak Tuhan Yesus yang ketiga kalinya, saya melihat ada layar putih yang terbuka dan terdengar suara bisikan yang mengatakan bahwa saya pasti bisa mengampuni mama saya. Saya pun taat dengan suara Tuhan dan saat itu saya mengambil keputusan untuk mengampuni mama saya. Saya tahu saya telah ditebus oleh Tuhan dan hidup saya berharga di hadapan-Nya “
Kata-kata pengampunan itu telah mencabut setiap akar pahit dari hati Mui Ha. Satu pengakuan tulus keluar dari hatinya.
“Saya minta ampun sama Tuhan karena selama ini dendam sama mama, suami, saudara, sama anak. Saya gak tahu mengapa perasaan dendam itu begitu dalam dan berat, tetapi waktu saya pertama kali mengampuni mama, saya merasakan kelegaan,”
Hari itu juga, Mui Ha memberanikan diri memohon maaf kepada kedua anaknya. Tangisan dan pelukan diantara mereka menjadi sebuah awal hubungan yang baru di antara mereka. Anak-anak Mui Ha pun mengaku bahwa mereka sudah lama mengampuni setiap kelakuan dari dirinya.
Mui Ha yang telah bertahun-tahun menyiksa darah dagingnya sendiri kini telah berubah total menjadi seorang ibu yang penuh dengan kasih. Dirinya mengaku begitu mengucap syukur dengan perubahan yang sekarang dia alami di dalam Tuhan Yesus.
“Saya senang sekali, senang sekali dan selalu tidak pernah habis-habisnya selalu mengucap syukur,” ungkap Mui Ha menutup kesaksiannya. (Kisah ini ditayangkan 4 September 2009 dalam acara Solusi Life di O’Channel).